Home Edukasi Sejarah Sejarah Angkringan, Asal Usul Pembuatan Hingga Filosofi Angkringan

Sejarah Angkringan, Asal Usul Pembuatan Hingga Filosofi Angkringan

Sejarah Angkringan, Asal Usul Pembuatan Hingga Filosofi Angkringan

Angkringan adalah warung kecil atau kios tradisional di Indonesia, terutama di daerah Jawa, yang menyajikan makanan dan minuman ringan. Angkringan biasanya memiliki meja dan kursi sederhana atau bahkan hanya tikar di atas tanah, menciptakan suasana santai dan ramah. Makanan yang dijual di angkringan umumnya bersifat murah dan cocok untuk dinikmati sebagai camilan.

Menu yang sering ditemui di angkringan melibatkan hidangan khas Jawa seperti nasi kucing (porsi kecil nasi), sate, jajanan pasar, gorengan (makanan yang digoreng), dan minuman tradisional seperti wedang jahe (minuman jahe panas). Angkringan juga sering menjadi tempat berkumpulnya masyarakat setempat untuk ngopi (minum kopi) atau sekadar berbincang-bincang santai.

Angkringan memiliki peran sosial dan budaya yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, memberikan tempat untuk interaksi sosial sekaligus melestarikan keberagaman kuliner tradisional. Warung angkringan sering kali menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari di komunitas setempat.

Berikut Kuarsa.com rangkum Sejarah Angkringan, Asal Usul Pembuatan Hingga Filosofi Angkringan

Sejarah Angkringan

Sejarah Angkringan, Asal Usul Pembuatan Hingga Filosofi Angkringan

Angkringan diperkirakan berasal dari Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 1930-an, seorang laki-laki bernama Mbah Karso Djukut memulai berjualan makanan dengan menggunakan gerobak pikul di Kota Solo. Mbah Karso Djukut menjual berbagai macam makanan, seperti nasi kucing, sate usus, sate telur puyuh, dan gorengan.

Awalnya, Mbah Karso Djukut berjualan di sekitar Stasiun Balapan, Solo. Namun, karena banyak pedagang lain yang berjualan di sekitar stasiun, Mbah Karso Djukut memutuskan untuk pindah ke daerah lain.

Pada tahun 1950-an, Mbah Karso Djukut pindah ke Yogyakarta dan membuka angkringan di dekat Stasiun Tugu. Angkringan Mbah Karso Djukut menjadi terkenal di Yogyakarta dan menjadi cikal bakal angkringan di Yogyakarta.

Mungkin Anda Suka :  Sejarah Americano, Asal Usul Pembuatan Hingga Filosofi Americano

Asal Usul Pembuatan

Sejarah Angkringan, Asal Usul Pembuatan Hingga Filosofi Angkringan

Asal usul pembuatan angkringan pertama kali diyakini berasal dari Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 1930-an, seorang laki-laki bernama Mbah Karso Djukut memulai berjualan makanan dengan menggunakan gerobak pikul di Kota Solo.

Awalnya, Mbah Karso Djukut berjualan di sekitar Stasiun Balapan, Solo. Namun, karena banyak pedagang lain yang berjualan di sekitar stasiun, Mbah Karso Djukut memutuskan untuk pindah ke daerah lain.

Pada tahun 1950-an, Mbah Karso Djukut pindah ke Yogyakarta dan membuka angkringan di dekat Stasiun Tugu. Angkringan Mbah Karso Djukut menjadi terkenal di Yogyakarta dan menjadi cikal bakal angkringan di Yogyakarta.

Mbah Karso Djukut menggunakan gerobak pikul untuk berjualan. Gerobak tersebut terbuat dari kayu dan berbentuk melengkung ke atas. Gerobak tersebut dihiasi dengan lampu-lampu kecil untuk menarik perhatian pembeli.

Mbah Karso Djukut menjual berbagai macam makanan, seperti nasi kucing, sate usus, sate telur puyuh, dan gorengan. Nasi kucing yang dijual Mbah Karso Djukut berukuran kecil, seperti kucing. Makanan-makanan tersebut dijual dengan harga yang relatif murah, sehingga terjangkau oleh masyarakat.

Angkringan Mbah Karso Djukut menjadi tempat yang populer di Yogyakarta. Angkringan tersebut menjadi tempat yang cocok untuk bersantai sambil menikmati berbagai macam makanan dan minuman.

Angkringan mulai menyebar ke berbagai daerah di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Angkringan menjadi salah satu kuliner khas di daerah tersebut.

Filosofi Angkringan

Angkringan menjadi tempat yang cocok untuk berkumpul dan bercengkerama. Angkringan biasanya ramai dikunjungi oleh berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, pelajar, pekerja, hingga orang tua.

Di angkringan, semua orang bisa duduk bersama tanpa memandang status sosial. Ini merupakan cerminan dari prinsip egaliter masyarakat Jawa, di mana semua orang dianggap sama dan saling menghormati.

Mungkin Anda Suka :  Dinasti Joseon Sejarah, Kekuatan, Wilayah, Hingga Keruntuhannya

Dalam kesederhanaannya, angkringan mengajarkan kita tentang arti kebersamaan, kesetaraan, dan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana dalam kehidupan.